Breaking News

MPN FAMI soroti dugaan kejanggalan dalam penanganan kasus di Polres Sorong Selatan

40
×

MPN FAMI soroti dugaan kejanggalan dalam penanganan kasus di Polres Sorong Selatan

Share this article

Jakarta, 6 Maret 2025 – Majelis Pimpinan Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia (MPN FAMI) menyoroti dugaan adanya perlakuan istimewa dalam penanganan laporan kehilangan kapal di Polres Sorong Selatan. Indikasi penyalahgunaan wewenang dan potensi konflik kepentingan dalam kasus ini pun mencuat.

kapolres tanda tangani surat panggilan, MPN FAMI pertanyakan prosedur

Dalam prosedur hukum yang umum, surat panggilan klarifikasi biasanya hanya ditandatangani oleh penyidik. Namun, dalam kasus ini, Kapolres Sorong Selatan, AKBP Gleen Rooi, langsung membubuhkan tanda tangannya.

“Ini bukan hal yang lazim. Jika Kapolres turun tangan menandatangani surat panggilan, ada sesuatu yang harus dipertanyakan. Apa yang membuat kasus ini begitu istimewa?” ujar Ketua Divisi Hukum dan HAM MPN FAMI, Adv. Ardi Arisandi.

https://twirlparchextent.com/pm1m3if6?key=0deb803653f7fb00818a3426a47ffab5

Ia menambahkan, surat panggilan yang ditandatangani oleh Kapolres umumnya hanya diterbitkan untuk kasus-kasus dengan tingkat ancaman serius, perkara berdampak luas, atau yang menyangkut kepentingan strategis tertentu.

“Jika ini hanya perkara dugaan kehilangan kapal, mengapa mendapat perhatian khusus dari Kapolres?” tegasnya.

penyidik dikirim ke sorong, sumber pendanaan dipertanyakan

Dugaan kejanggalan semakin menguat ketika dua penyidik Polres Sorong Selatan dikirim ke Kota Sorong untuk memeriksa seseorang berinisial R, padahal kasus ini masih dalam tahap klarifikasi dan belum masuk ke tahap penyidikan.

“Siapa yang membiayai perjalanan ini? Apakah ada kepentingan tertentu yang bermain di baliknya?” kata Ardi.

Langkah ini bahkan mendapat sorotan dari pengacara Simon Sorean, yang menilai bahwa kasus ini terkesan dipaksakan tanpa pendalaman fakta hukum yang memadai.

MPN FAMI: kapal yang dipermasalahkan hanyalah limbah besi tua

MPN FAMI juga mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa kapal yang dipersoalkan dalam laporan tersebut bukan kapal aktif, melainkan limbah besi tua yang sudah lama terbengkalai. Lembaga Masyarakat Adat bahkan telah mengeluarkan rekomendasi agar bangkai kapal itu segera dibersihkan dari lokasi.

“Jika benar kapal itu hanya limbah besi tua, mengapa Polres begitu aktif menangani laporan ini? Ada kepentingan apa yang melatarbelakanginya?” ujar Ardi.

LP, sprinlidik, dan undangan wawancara terbit di hari yang sama, prinsip kelayakan proses hukum dipertanyakan

MPN FAMI juga menyoroti fakta bahwa Laporan Polisi (LP), Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik), dan Undangan Wawancara untuk terduga semuanya diterbitkan pada tanggal 4 Maret 2025.

“Secara hukum, ini menimbulkan pertanyaan terkait prinsip kewajaran dan kelayakan proses hukum. Idealnya, penyelidikan dilakukan terlebih dahulu untuk mengumpulkan informasi dan bukti awal sebelum mengundang terduga untuk wawancara,” kata Ardi.

Ia menekankan bahwa jika undangan wawancara diterbitkan pada tanggal yang sama dengan Sprinlidik, maka ada indikasi bahwa kesimpulan awal telah dibuat sebelum penyelidikan dilakukan secara menyeluruh.

“Hal ini memunculkan tanda tanya besar. Apakah penyelidikan benar-benar berjalan secara objektif atau hanya sekadar formalitas untuk membenarkan tindakan tertentu?” ujarnya.

MPN FAMI desak Mabes Polri dan Kompolnas turun tangan

MPN FAMI mendesak Mabes Polri dan Kompolnas untuk segera melakukan pengawasan terhadap kasus ini.

“Kami tidak ingin ada penyalahgunaan wewenang yang mencederai prinsip keadilan hukum. Jika terbukti ada keberpihakan dalam penanganan kasus ini, maka harus ada tindakan tegas!” tegas Ardi.

permintaan konfirmasi Polres Sorong Selatan dinilai tidak sesuai standar jurnalistik

Saat awak media mencoba meminta konfirmasi dari Polres Sorong Selatan, Ps. Kanit Tipikor Iptu Abdul Karim Silehu meminta agar wartawan datang langsung ke Polres untuk mendapatkan informasi.

Menanggapi hal ini, MPN FAMI menegaskan bahwa tidak ada aturan yang mewajibkan jurnalis datang langsung ke kantor polisi untuk meminta konfirmasi. Berdasarkan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, jurnalis memiliki hak untuk memilih metode penggalian informasi yang sah dan profesional, baik melalui surat resmi, email, telepon, maupun media digital.

Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Sorong Selatan belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan kejanggalan dalam penanganan kasus ini.

Laporan S. saesat Sorong Selatan