Manokwari, 20 Maret 2025 – Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP), Yan Cristian Warinusy, S.H., secara tegas menolak rencana revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ia menilai upaya pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membuka ruang bagi prajurit TNI menduduki jabatan sipil merupakan langkah mundur dari semangat reformasi yang lahir pada tahun 2000.
“Langkah revisi tersebut jelas merupakan kemunduran dari semangat reformasi yang dulunya justru didukung oleh para petinggi TNI sendiri. Ini mengarah pada kebangkitan kembali semangat Dwi Fungsi ABRI/TNI yang pernah menihilkan kontrol sipil dalam kehidupan politik dan demokrasi,” ujar Yan Warinusy.
Menurut Warinusy, JDP memandang revisi ini sebagai “upaya sistematis” untuk menghidupkan kembali peran ganda TNI dalam kehidupan sipil dan militer, yang berpotensi mengancam demokrasi serta supremasi hukum di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang melibatkan aparat militer namun tidak pernah tuntas secara hukum, seperti kasus Marsinah di Jawa Timur, Tragedi Tanjung Priok, serta kematian misterius Arnold Clemens Ap dan Eduard Mofu di Jayapura, Papua.
“Semua kasus itu menunjukkan bagaimana impunitas aparat TNI terbangun karena keberadaan Dwi Fungsi ABRI di masa lalu. Kini, jika negara membuka kembali ruang itu dalam sistem politik, maka itu adalah pengkhianatan terhadap semangat reformasi Mei 2001,” tegasnya.
Warinusy menutup pernyataannya dengan menyerukan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk bersama-sama mengevaluasi dan menolak segala bentuk upaya yang mengabaikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum.
Laporan: Onim